Jumat, 04 Maret 2016


KORUPSI TAK KUNJUNG PADAM[1]

Oleh Muhammad Solihin S, SH

Add caption
KORUPSI telah berhasil merusak, menguras energi, membuat gaduh perjalanan panjang bangsa Indonesia. Memberantasnya merupakan satu bagian tersendiri yang begitu kompleks. Kacamata hitam yang paling buram, maka disana terlihat pemandangan yang menakutkan dalam memberantas korupsi. Lemahnya memberantas korupsi di Indonesia tergambar melalui data Corruption Perception Index (CPI) 2014, dirilis secara global oleh Transparency International menempatkan Indonesia sebag ai negara dengan level korupsi yang tinggi.
Dalam CPI 2014, Indonesia menempati posisi 117 dari 175 negara di dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 ( berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Gambaran ambisi kotor para koruptor yang masih saja menggelisahkan rakyat Indonesia, dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sempat menghebohkan negeri ini, Pertama Jaksa Urip Tri Gunawan dengan jabatan eselon III, menerima uang suap sebesar Rp 6,6 miliar. Kedua, Gayus Tambunan dan pegawai pajak golongan rendah (III-A) menggelapkan Keuangan Pajak lebih dari Rp100 miliar, namun mereka terhindar dari hukuman yang berat.
Praktik korupsi di Indonesia sudah diambang batas imajinasi kolektif bangsa, penyakit sosial ini sudah parah dan mengakar dalam Jiwa Sang Koruptor. Mereka seolah tidak takut dan bahkan merasa aman dalam melancarkan misinya. Tahun 2015 yang kita juluki sebagai tahun politik gaduh diwarnai dengan dinamika proses pemilihan Presiden ke-tujuh RI, dan proses pemilihan serentak di hampir 269 an pemerintahan daerah di seluruh Indonesia. Pemberantasan korupsi diujung kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan juga diawal pemerintahan Presiden Joko Widodo juga sangat menarik untuk diperhatikan.
Secara umum pada tahun 2015 dapat dikemukakan beberapa hal yang menarik untuk diperhatikan. Pertama, tidak ada peraturan perundangan baru yang sudah disahkan oleh pemerintah dan DPR ditujukan dan berkaitan dengan tindak pidana korupsi tetapi ada wacana yang cukup intensif untuk merevisi UU KPK, KUHP, KUHAP yang kemudian didesak dan dimasukan dalam program legislasi nasional tahun 2015; Kedua, kasus-kasus yang dapat digolongkan sebagai big fishes yang ditangani KPK. Kesemuanya itu dapat menunjukan derajat lingkup persoalan korupsi yang merasuk dalam sistem kekuasaan; Ketiga, dinamika yang sangat intensif antara Kabareskrim dengan KPK, seolah mengulang dinamika Cicak VS Buaya tapi tindak kriminalisasi yang terjadi justru terkesan tidak diselesaikan secara cepat oleh Presiden.
Sebenarnya Indonesia sempat mengalami fenomena yang monumental dalam pemberantasan korupsi khususnya dalam perspektif penindakan antara tahun 2013-2015. Dasar alasan yang menjadi justifikasinya adalah: Sekitar 16 kasus yang dihasilkan dari operasi tangkap tangan dimana para tersangka mempunyai latar belakang pejabat yang sangat luas dan beragam, mulai dari Ketua Mahkamah Konstitusi, Kalangan parlemen yang meliputi Ketua DPRD, anggota DPR sampai anggota DPRD serta ada juga Ketua partai. Dari kalangan peradilan meliputi Wakil Ketua Pengadilan dan hakim, Senior lawyer terkenal hingga panitera, Kepala Kejaksaan Negeri hingga anggota kepolisian; Dari kalangan eksekutif, mulai dari Gubernur sampai Bupati hingga kepala dinas serta kalangan perpajakan dan swasta.
Adapun pihak-pihak yang diproses KPK bukanlah orang biasa, mereka mempunyai posisi jabatan yang sangat tinggi dan strategis di berbagai lembaga negara maupun posisi yang terhormat di bidang ekonomi dan profesi. Selain itu, persidangan Tipikor telah memeriksa dan memutus perkara yang sangat menarik perhatian publik, mulai dari kasus Bank Century yang menyidangkan Budi Mulya dalam kapasitas sebagai Deputi Gubernur BI hingga beberapa Ketua Partai besar di Indoesia. Disamping itu, pelemahan terhadap KPK juga tidak terhindarkan. Ada begitu banyak penilaian yang menyimpulkan terjdainya pembiaran terhadap “ketegangan” yang terjadi antara lembaga kepolisian dan KPK. Tidak ada kebijakan yang bisa menjadi “pemutus” sehingga sinergitas dapat dirajut kembali. Bahkan, dipandang, tindakan kriminalisasi terus terjadi begitu intensif seolah mendapatkan dukungan dari pemerintahan.
Akhirnya dapat simpulkan bahwa pemberantasan korupsi tak kunjung tegak, korupsi tak kunjung padam. Dinamika yang begitu intensif dalam penanganan kasus-kasus korupsi sepanjang tahun 2015 mempertontonkan perlawanan keras para koruptor terhadap KPK yang ditandai dengan kriminalisasi pimpinan KPK dan pelemahan KPK melalui semangat revisi UU KPK yang sangat menggebu-gebu.
Presiden sebagai kuasa tertinggi dalam penyelesaian berbagai konflik patutnya mampu secara tegas mangambil langkah, namun nyatanya peran itu tidak dimainkan dengan baik, presiden terkesan plin-plan dan tidak tegas. Akhirnya ketegangan terus bermunculan dengan derajat problematik yang luas dan mendalam. Suara rakyat yang terus bergemuruh meneriakkan protes dan tuntutan “Tarik Mandat Rakyat” menjadi sebuah gambaran bahwa pemberantasan korupsi tak kunjung tegak, korupsi tak kunjung padam. 
 Meskipun demikian, pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti. 2016 menjadi tahun penting untuk menjawab kegelisahan rakyat Indonesia. Wajah baru KPK yang dipimpin oleh Agus Raharjo mewarisi 5 kasus besar sebagai kado tahun baru, diantaranya kasus Bank Century, E-KTP, BLBI, ALKES, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Perang melawan koruptor akan berlanjut dan terus berlanjut, meskipun korupsi tak kunjung pandam.
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menunjukkan bahwa kita muak dengan koruptor, kita tidak sepakat dengan korupsi. salah satunya dengan terus melakukan kampanye anti korupsi. Upaya pemberantasan korupsi harus kita kerjakan secara berjama’ah yang artinya melibatkan semua unsure terkait yang berkepentingan untuk melihat Indonesia tanpa korupsi. Lebih konkritnya upaya itu bisa berupa upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Untuk melakukan pencegahan, hal utama yang harus disadari bahwa Jiwa nasionalisme yang mulai luntur menjadi sebuah ancaman, sehingga harus ditumbuhkan lagi dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan Negara melalui pendidikan dan pembinaan agama. Sejak dini sikap jujur harus ditanamkan bagi generasi Indonesia di semua level usia. Kantin kejujuran contohnya yang setiap hari melengkapi aktivitas di kantor KPK adalah sebuah contoh bahwa sesungguhnya masih ada harapan membangun Indonesia jujur. Pola hidup sederhana juga menjadi cara ampuh untuk mencega korupsi, disiplin dalam menjalankan tugas Negara dan tentunya harus dibarengi dengan system control yang efisien. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi itu akan mengurangi penggunaan anggara yang berlebihan. Gemuknya struktur lembaga Negara belum tentu efektif dalam menjalankan tugas pemerintah, sehingga perlu reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jabatan di bawahnya.
Upaya Penindakan bagi mereka yang terbukti korupsi harus lebih ditingkatkan lagi, kinerja KPK yang telah menindak beberapa orang penting di negeri ini harusnya dipertahankan, jangan kemudian langkah penindakan itu diabaikan dengan dalih upaya pencegahan harus diutamakan. Keduanya harus berjalan beriringan. Penguatan Struktur hukum menjadi kunci utama dalam penindakan dan tentunya harus ditopang dengan penguatan substansi atau regulasi hukum. Struktur hukum yang dimaksud adalah lembaga berwenang dalam melakukan penindakan. Integritas, kualitas, dan intensitas pimpinan KPK dalam melakukan respon penindakan, menjadi bahan bakar utama dalam melakukan gebrakan, agar KPK kembali menjadi episentrum dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi.
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa juga sangat penting untuk memberantas perilaku korupsi. Masyarakat/ Mahasiswa tidak boleh apatis dan acuh tak acuh. Kita memiliki tanggungjawab yang sama untuk melakukan partisipasi politik dan control sosial terkait dengan kepentingan publik. Setiap kebijakan dari pemerintah mulai dari tingkat desa hingga tingkat pusat/ nasional harus tetap kita kawal. Membuka wawasan dan pemahaman yang luas tentang penyelenggaraan pemerintah Negara dan aspek-aspek hukumnya menjadi sesuatu yang harus kita lakukan. Kita adalah subjek pembangunan, kita harus aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Membangun jejaring gerakan anti korupsi berbasis komunitas dan bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat akan memperkuat perlawanan kita pada koruptor. Indonesia Corruption Watch misalnya adalah sebuah LSM yang fokus melakukan gerakan anti korupsi. Pemuda Muhammadiya dengan gaerakan berjama’ah melawan korupsi dan mandarasah anti korupsi, Transparency International (TI) dengan publikasi tahunannya dalam bentuk Laporan Korupsi Global. Perlawanan harus terus digalang, karena Indonesia masih sangat memprihatinkan karena ulah koruptor. Tidak ada kata berhenti untuk melawan korupsi karena pemberantan korupsi tak kunjung tegak, korupsi tak kunjung padam.

Billahi fi sabilil haq fastabiqul khairat.



[1] Dimuat di Majalah Kauman DPP IMM.

Kamis, 24 Desember 2015


“RUU KAMNAS MENGANCAM KEAMANAN NASIONAL”
                                                        
  Oleh: Muhammad Solihin S

RUU Kamnas (Keamanan Nasional) kembali mengundang polemik. Protes dari berbagai kalangan tiada hentinya menyoroti RUU Kamnas. Beberapakali RUU ini diusulkan  namun belum juga disahkan oleh DPR.
Banyaknya pasal karet dan penentangan oleh masyarakat menjadi bukti konkrit bahwa lahirnya RUU Kamnas tidaklah dihendaki oleh segenap Rakyat Indonesia. Penolakan datang dari kalangan Aktivis Mahasiswa, Pejuang HAM, Ormas Islam , Pakar Hukum, dan berbagai elemen masyarakat dan pergerakan lainnya.
RUU Kamnas dinilai akan memunculkan kekuasaan tirani dan rezim otoritarianisme yang memberi kewenangan kepada militer yang berujung pada supremasi TNI. Sangat jelas RUU Kamnas tidak sejalan dengan ruh semangat reformasi, yang mengedepankan supremasi sipil. Upaya pengendalian sosial oleh pemerintah akan kembali pada masa suram yang terjadi pada masa orde baru. Selain itu, RUU ini akan melindungi status quo koruptif dan menjadi legitimasi formal yang berpihak kepada asing untuk menzalimi rakyat Indonesia. Siapa saja yang menghalangi pembangunan nasional, akan dikategorikan sebagai bentuk upaya mengganggu keamanan nasional.
Pemerintah sebagai pihak yang menghendaki lahirnya regulasi ini, berpendapat bahwa RUU Kamnas merupakan penjabaran dari pasal 30 UUD 1945. RUU Kamnas dipandang sangat esensial dan krusial. Banyaknya upaya disintegrasi, separatisme, terorisme, dan ancaman luar negeri,  menjadi alasan utama diusulkannya RUU Kamnas. Pemerintah berharap RUU Kamnas menjadi solusi untuk menindak pelaku yang mengancam keamanan nasional. Tetapi, mengapa niatan baik oleh pemerintah ini tidak mendapat respon positif dari masyarakat? Tentu ada alasan mendasar yang menjadi dalil penolakan yang keras.
Jika ditelaah lebih kritis, RUU ini akan menjadi mimpi buruk penegakan hukum di Indonesia, jaminan keaman nasional yang diiming imingkan pemerintah dalam RUU Kamnas, tidak sebanding dengan kerugian yang akan ditanggung oleh masyarakat.  
Beberapa pertimbangan yang menjadi asas kerugian dari dampak yang akan ditimbulkan oleh pengesahan RUU Kamnas.
1.      Interpretasi keamanan nasional yang tidak jelas, menimbulkan perbedaan pendefinisian dari lintas fraksi, bahkan antara komisi I dan komisi III DPRRI. Hal ini akan berakibat represifnya pemerintah kepada siapa pun yang dianggap mengancam keamanan dan kepentingan negara. Rezim orde baru akan berpotensi terulang, dimana Rakyat dihantui rasa takut dengan teror.
2.      RUU ini bisa secara serampangan menyasar siapa saja yang dianggap melawan penguasa dengan dalih mengancam keamanan nasional. Dengan kata lain, RUU ini berpotensi digunakan sebagai alat represi pemerintah sehingga merugikan hak dan privasi rakyat, sementara sesuatu yang semestinya harus dianggap sebagai ancaman justru luput dari sorotan. Misalnya, berbagai kasus kesalahan penangkapan dan penembakan oleh BNPT dan Densus 88 atas yang diduga melakukan tindak terorisme dari kalangan aktivis Islam (dari kalangan Muslim) tanpa melalui proses pengadilan (extra judicial killing). Di lain pihak kasus berbagai pengeboman di Papua yang jelas-jelas mengancam keamanan nasional belum satupun terdapat pernyataan resmi melalui Mabes Polri bahwa ini termasuk terorisme. Ini jelas-jelas standart ganda yang sangat membahayakan rakyat karena siapa yang mengancam keamanan nasional tidak jelas rumusannya dan lebih sarat dengan kepentingan penguasa.

3.      Pemberian hak penyadapan Pasal 54, dan kewenangan untuk melakukan penangkapan membuka kesempatan keterlibatan militer melalui definisi ancaman yang tidak jelas.

4.      Misi utamanya untuk mengamankan seluruh pembangunan nasional dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan, demi mengundang investasi. RUU Kamnas sangat berpihak kepada asing. Pasal 20 poin 3 RUU Kamnas, cenderung melindungi investasi asing di berbagai daerah di Indonesia, khususnya perlindungan hak pengelolaan lahan tanah oleh investor asing. RUU Kamnas ini menjadi dasar yuridis untuk melanggengkan kepentingan Asing melalui Imperialisme penjajahan gaya baru.

5.      Adanya Dewan Keamanan Nasioanal yang melibatkan banyak komponen. Hal ini mengindikasikan jika RUU Kamnas sarat akan kepentingan kekuasaan. Rakyat kembali dibuat bingung dengan berbagai pengaturan dan regulasi UU yang tidak jelas, hal ini berpotensi untuk melahirkan kuasa Tirani.
       Sebagai penutup penulis berharap agar pemerintah melakukan koreksi mendasar bahwa negara telah gagal memberikan rasa aman untuk rakyatnya, sehingga RUU Kamnas bukannya memberikan rasa aman, melainkan rasa takut yang menggurita ke dalam mimpi buruk Rakyat Indonesia.

Sabtu, 19 Desember 2015

PIMPINAN BARU KPK LAHIR DARI PROLOG YANG KURANG ENAK

Muhammad Solihin S


Transisi kepemimpinan dari Abraham Samad ke periode Taufiqurrahman ruki mengalami kemunduran yang drastis, kinerja KPK sangat merosot Hanya 33 kasus yang diungkap, anggaran yang diselamatkan hanya 198 M, padahal penyerapan anggarannya 500 M lebih. Opersai tangkap tangan ada 5 kasus. KPK tidak lagi menjadi episentrum dalam menjalankan tugasnya di masa kepemimpinan Ruki.

Bagaimana wajah kepemimpinan KPK yang baru? Sebuah hipotesis yang harus dijawab: Apakah betul kedepan KPK hanya dominan pada upaya pencegahan? kita akan segera tahu jawabannya.
Fungsi pencegahan memang diharapkan dapat lebih maksimal tapi jangan mengenyampingkan upaya penindakan. Kepemimpinan dimasa Abraham Samad sangat kental dengan gaya penindakan yang tegas dan berani, karena rata2 pimpinannya berlatar belakang Hukum. Saya melihat komposisi pimpinan KPK saat ini sangat menarik, karena berangkat dari latar belakang yang berbeda.

Suatu tantangan terbesar dari pimpinan KPK yang dinahkodai oleh Agus Raharjo adalah mereka lahir dari prolog yang kurang enak, prolog pertama: kasus cicak buaya edisi terbaru, dan prolog yang ke dua: pelemahan undang-undang KPK. Saya berpesan kepada para pimpinan KPK yang baru agar tidak cemas dengan prolog yang tidak enak itu, karena rakyat akan tetap mengawal kinerja KPK dalam memerangi koruptor.

Kasus PELINDO II menyambutmu selamatkan anggaran 60 M, dan selamatkan martabat Indonesia.
SAVE KPK SAVE INDONESIA.

Sabtu, 15 September 2012

BELIMBING LOMBAT 201

CIPT: MUHAMMAD SOLIHIN S
Add caption

HAI JIWA...
WAHAI KADER MERAH BERANI
HAI JIWA...
WAHAI PARA KADER SEJATI
HAI JIWA...
PARA IMMAWAN IMMAWATI
HAI JIWA...
GEDUNG PENUH SEJARAH INI

*** JALAN LOMPOBATTANG TERSIMPAN SEJUTA KENANGAN
    DUA KOSONG SATU
IDE KITA BERSATUPADU***(2X)

DI KAMAR TAK MEWAH 
KITA RANCANG GERAKAN DAKWAH
DI MEJA MAKAN 
KITA REKAYASA PERADABAN
          
            SUARA TANGGA TUA
            MENJADI IRAMA PERJUANGAN
            BELIMBING HIJAU
            MENGANTAR KITA TUMBUH DEWASA
BACK TO***

(Lagu ini kucipta untuk merefleksi kenangan indah, bagi mereka yang pernah merasakan keakraban dengan Belimbing Hijau dan Gedung Tua @ Jl.Lombat No.201).

Jumat, 01 Juni 2012

 JAS MERAH IMM
CIPT: MUHAMMAD SOLIHIN S, SH
               muhammadsolihin98@yahoo.co.id

Intro: Am Dm G C E Am E


HATI KECIL INI BERBISIK
SATUKAN KAMI JANGAN KAU LERAI
BIAR SEMUA TAU ADANYA
TAK ADA BEDA DIANTARA KITA

JIWA INI TURUT BERLARI
SORAKKAN DENDANG NYANYIAN NEGERI
SATUKAN SEMUA LANGKAH YANG SAMA
WUJUDKAN TAWAF DI PUSARA HATI

REFF**

IMM JAYA SATUKANLAH JIWA KAMI
IMM JAYA SATUKAN VISI DAN MISI

DERAP LANGKAH ALMAMATERMU
MERAIH TABIR CERAH MENANTI
MESKI MERAHMU TERUS MEMUDAR
TEBARKANLAH CINTAMU UNTUK SEMUA
MESKI MERAHMU TERUS MEMUDAR
KEBENCIAN TAK UNTUK SEORANGPUN

BACK TO REFF

FN: LAGU INI KU CIPTA UNTUK SELURUH KADER IMM, SEMOGA MAMPU MENGGETARKAN SEMANGATMU UNTUK MENTAKBIRKAN KEBESARAN IMM DI SELURUH PELOSOK NEGERI.

Top of Form
TELAAH KRITIS RUU KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER
(Manifestasi keadilan tuhan dalam pesan profetik kitab suci telah digugat)
OLEH
MUHAMMAD SOLIHIN S, S.H
(Ket.Bidang Hikmah DPD IMM SULSEL)


Dalam Naskah Akademik tentang Kesetaraan Gender (NA RUU KKG) disebutkan bahwa RUU KKG perlu disusun karena adanya ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia dalam memperoleh manfaat yang sama dan adil dari hasil-hasil pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Ketimpagan itu disebabkan kuatnya budaya patriarki sehingga terjadi subordinasi, ketidakberdayaan perempuan dan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[1]

Alasan klasik  munculnya RUU KKG yang sering didengungkan oleh kaum feminis adalah bahwa wanita sering mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan. Aspek pemenuhan hak politik, hak ekonomi, hak sosial ataupun  yang lain wanita selalu dipinggirkan.
Dilihat dari latar belakang sejarah, konsep kesetaraan gender lahir dari  pemberontakan perempuan Barat akibat penindasan yang mereka alami selama berabad-abad. Sejak zaman Yunani, Romawi, dan Abad Pertengahan (the Middle Ages), dan bahkan pada Abad Pencerahan sekali pun,  Barat menganggap wanita sebagai makhluk inferior, manusia yang cacat, dan sumber dari segala kejahatan atau dosa. Hal tersebut melahirkan gerakan  perempuan Barat yang menuntut hak dan kesetaraan perempuan dalam bidang ekonomi dan politik  yang  pada akhirnya dikenal dengan sebutan feminis.
Alasan yuridis lahirnya RUU KKG adalah karena Indonesia telah meratifikasi CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita) dan disahkan menjadi UU No. 7/ 1984. Konvensi ini memberikan dasar untuk mewujudkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dengan memastikan akses yang sama untuk perempuan, dan kesempatan yang sama dalam, kehidupan politik dan publik - termasuk hak untuk memilih dan mencalonkan diri - serta pendidikan, kesehatan dan pekerjaan. Negara-negara Pihak setuju untuk mengambil semua langkah yang tepat, termasuk legislasi dan tindakan khusus sementara, sehingga perempuan dapat menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan dasar. Negara-negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi Konvensi secara hukum terikat untuk menempatkan ketentuannya dalam praktek. Dengan menerima Konvensi, Negara berkomitmen untuk melakukan serangkaian tindakan untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya, termasuk:
  • untuk memasukkan prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sistem hukum mereka, menghapuskan semua hukum diskriminatif dan mengadopsi sesuai yang melarang diskriminasi terhadap perempuan;
  • untuk membentuk pengadilan dan lembaga publik lainnya untuk menjamin perlindungan yang efektif dari perempuan dari diskriminasi, dan
  • untuk memastikan penghapusan segala tindakan diskriminasi terhadap perempuan oleh orang, organisasi atau perusahaan.
Mereka juga berkomitmen untuk menyampaikan laporan nasional, setidaknya setiap empat tahun, pada langkah-langkah yang telah mereka lakukan untuk memenuhi kewajiban perjanjian mereka.
Sesi ke -39 Sidang Komite CEDAW PBB pada tanggal 23 Juli- 10 Agustus 2007, meminta pemerintah menuangkan konvensi itu dalam hukum nasional. Sehingga disusunlah RUU KKG itu dengan rujukan dokumen CEDAW, Beijing Platform For Action (BPFA) dan Millenium Developtments Goals (MDGs). Upaya peningkatan kapasitas perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga menjadi pendorong akan segera diundangkannya Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender. RUU ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pengarusutamaan gender (PUG) di segala sektor pembangunan mulai dari pusat hingga daerah. Selama ini kebijakan PUG di Indonesia diatur dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000.
Arah RUU KKG dan perjuangan feminisme secara umum adalah untuk menjadikan keluarnya wanita dari ranah domestik yang dianggap sebagai ranah rentan penyiksaan- ke ranah publik. Mereka menganggap dengan keluarnya mereka dari peran utama mereka yang  sesungguhnya (peran istri sekaligus ibu) dan berlomba-lomba mengejar karir setinggi-tingginya merupakan pandangan yang akan mengangkat derajat wanita. Sebagai konsekuensinya mereka akan meninggalkan tugas utama mereka sebagai sebagai seorang istri maupun ibu yaitu pencetak generasi unggul. Sehingga kita tahu bahwa ketika RUU KKG telah di”goal”kan tanpa adanya pengawalan yang jelas tentang interpretasi kesetaraan gender, maka kehancuaran tidak hanya terjadi pada tatanan keluarga saja, tetapi rusaknya generasi yang merupakan kerusakan yang sangat global.[2]
Keadilan Tuhan seperti yang termaktub dalam lembaran-lembaran kitab suci seolah-olah dianggap tidak lagi setara untuk laki-laki dan perempuan, alias bias gender! Apalagi Bab VIII, pasal 67 RUU KKG secara tegas menyebutkan:“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang memiliki unsur pembedaan, pembatasan, dan/atau pengucilan atas dasar jenis kelamin tertentu”.
Karena Tuhan tidak termasuk dalam kategori “setiap orang”, maka sebagai gantinya adalah semua orang yang mengikuti ajaran Tuhan. Maka siapa saja yang masih saja melaksanakan Ketentuan Tuhan dalam masalah waris, aqiqah, kesaksian, melarang perempuan menjadi khatib jumat, wali nikah, imam shalat bagi makmum laki-laki, dan melarang nikah beda agama maupun sesama jenis berarti telah melanggar Bab VIII, pasal 67 dan Bab III pasal 12, khususnya huruf a dan e yang menyatakan: “Dalam perkawinan, setiap orang berhak: (a) memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau isteri secara bebas. (e) atas perwalian, pemeliharaan, pengawasan, dan pengangkatan anak”.
Apa yang menjadi Kehendak Tuhan secara umum dinilai telah melenceng dari dasar filosofi, karakteristik, arah dan target RUU KKG seperti yang digariskan dalam Ketentuan Umum, Bab I, pasal 1.
Dalam ketentuan umum, kesetaraan dan keadilan diartikan dengan kesamaan dan persamaan. “Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan. Sedangkan “Keadilan Gender adalah suatu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga negara”.
Apa saja bentuk “ketidakadilan” dalam kitab suci menurut jika dibandingkan RUU KKG?
Dalam Bibel terdapat banyak sekali ayat-ayat yang secara tekstual cenderung bertentangan dengan RUU ini. Di antaranya adalah sebagai berikut
 “Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri”.(I Timotius 2:12)
Anak perempuan tidak mendapatkan waris kecuali jika tidak ada pewaris lagi dari laki-laki. “Dan kepada orang Israel engkau harus berkata: Apabila seseorang mati dengan tidak mempunyai anak laki-laki, maka haruslah kamu memindahkan hak atas milik pusakanya kepada anaknya yang perempuan”. (Bilangan 27:8)
Ayat-ayat al-Qur'an tidak sejalan dengan RUU diantaranya seperti berikut:
Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya (QS. Al-Baqarah 228)
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan (QS. An-Nisa’ 11)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa’ 34)
Apakah dengan ketidaksesuaian dengan RUU ini, teks-teks kitab suci itu harus dirubah, ataukah Wakil kita di DPR RI mempromotori proyek pembuatan tafsir kitab suci versi baru yang sehaluan dengan RUU ini? Kita tunggu bagaimana akal kolektif anggota dewan menghadang Wahyu Tuhan.
Menurut saya Pesan-pesan profetik kitab suci tidak mungkin lagi dirubah sehingga RUU ini harus lebih rasional dalam melihat kondisi sekitar, dan harus lebih mepertimbangkan serta melakukan pemetaan tentang hal-hal apa saja yang tidak semestinya diatur dalam RUU ini, misalnya hal-hal yang bersifat individu (masalah perkawinan RUU-KKG pasal 12).  Selain Negara sudah mempunyai UU tentang perkawinan, pasal 12 akan menimbulkan multi tafsir yang memungkinkan untuk dibelokkan kepada hal-hal yang akan keluar dari aturan agama dan norma masyarakat kita. Saya menyarankan sudah semestinya dilakukan pengkajian lebih awal tentang aturan/ pasal-pasal terkait pengarus utamaan gender yang telah ada, guna menghindari tumpang tindih dalam pelaksanaan aturan perundang-undangan. Sebaiknya dilakukan pengkajian secara terbalik yaitu terlebih dahulu mengkaji produk  UU yang sudah ada, pada pasal-pasal yang berkaitan dengan Gender; UU Ketenagakerjaan, UU Pendidikan, UU Pemilu dll, baru kemudian kekurangannya dimunculkan dalam RUU ini. Namun ketika UU yang sudah ada masih relevan dan tidak mengindikasikan diskriminasi terhadap Gender, serta  sudah cukup untuk dijadikan payung hukum bagi aparatur pemerintahan dalam mengoptimalkan Pengarus Utamaan Gender (PUG) pada masing-masing lini, maka sebaiknya RUU-KKG ini tidak dipaksakan untuk diundangkan.
Pasal-Pasal yang dianggap bermasalah dalam RUU KKG
Pasal 1 ayat 1 (Mengartikan Gender sebagai hasil konstruksi budaya, yang sesungguhnya dalam aqidah seorang muslim merupakan otoritas Wahyu dari Allah)
Pasal 1 Ayat 2 (Mengenai pengertian Kesetaraan yang menyamakan kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan, lantas bagaimana dengan Hukum Waris, Aqiqah dll yg telah jelas diatur dalam Alquran?)
Pasal 1 Ayat 3 (Konsepsi keadilan yang tidak jelas, dan semakin mengkaburkan makna adil)
Pasal 12 Poin a (Masalah Perkawinan, pasal ini akan menjadi pintu terbukanya hubungan nikah sesame jenis, yaitu Homoseksual dan Lesbian)
Pasal 15 (Pasal yang aneh, mewajibkan kita untuk menanamkan nilai-nilai KKG kepada anak sejak usia dini, lantas dimana nilai-nilai agama yang semestinya lebih diutamakan…???)


       [2] http://hati.unit.itb.ac.id/ diakses 24 Mei 2012, pukul 13:23. WITA

Slide