KORUPSI TAK KUNJUNG PADAM[1]
Add caption |
KORUPSI
telah berhasil merusak, menguras energi, membuat
gaduh perjalanan panjang bangsa Indonesia. Memberantasnya merupakan satu bagian
tersendiri yang begitu kompleks. Kacamata hitam yang paling buram, maka disana terlihat
pemandangan yang menakutkan dalam memberantas korupsi. Lemahnya memberantas
korupsi di Indonesia tergambar melalui data Corruption Perception Index (CPI)
2014, dirilis secara global oleh Transparency International menempatkan
Indonesia sebag ai negara dengan level korupsi yang tinggi.
Dalam CPI 2014, Indonesia menempati posisi 117 dari 175 negara di
dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 ( berarti sangat korup dan 100 berarti
sangat bersih). Gambaran ambisi kotor para koruptor yang masih saja
menggelisahkan rakyat Indonesia, dapat kita lihat dari beberapa kasus yang
sempat menghebohkan negeri
ini, Pertama Jaksa Urip Tri Gunawan dengan jabatan eselon III, menerima uang
suap sebesar Rp 6,6 miliar. Kedua, Gayus Tambunan dan pegawai pajak golongan
rendah (III-A) menggelapkan Keuangan Pajak lebih dari Rp100 miliar, namun
mereka terhindar dari hukuman yang berat.
Praktik korupsi di Indonesia sudah diambang
batas imajinasi kolektif bangsa, penyakit sosial ini sudah parah dan mengakar
dalam Jiwa Sang Koruptor. Mereka seolah tidak takut
dan bahkan merasa aman dalam melancarkan misinya. Tahun 2015 yang kita juluki
sebagai tahun politik gaduh diwarnai
dengan dinamika proses pemilihan Presiden ke-tujuh RI, dan proses pemilihan
serentak di hampir 269 an pemerintahan daerah di seluruh Indonesia. Pemberantasan
korupsi diujung kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan juga diawal
pemerintahan Presiden Joko Widodo juga sangat menarik untuk diperhatikan.
Secara umum pada tahun 2015 dapat
dikemukakan beberapa hal yang menarik untuk diperhatikan. Pertama, tidak ada
peraturan perundangan baru yang sudah disahkan oleh pemerintah dan DPR
ditujukan dan berkaitan dengan tindak pidana korupsi tetapi ada wacana yang
cukup intensif untuk merevisi UU KPK, KUHP, KUHAP yang kemudian didesak dan
dimasukan dalam program legislasi nasional tahun 2015; Kedua,
kasus-kasus yang dapat digolongkan sebagai big fishes yang ditangani KPK.
Kesemuanya itu dapat menunjukan derajat lingkup persoalan korupsi yang merasuk
dalam sistem kekuasaan; Ketiga, dinamika yang sangat intensif antara
Kabareskrim dengan KPK, seolah mengulang dinamika Cicak VS Buaya tapi tindak
kriminalisasi yang terjadi justru terkesan tidak diselesaikan secara cepat oleh
Presiden.
Sebenarnya Indonesia sempat mengalami
fenomena yang monumental dalam pemberantasan korupsi khususnya dalam perspektif
penindakan antara tahun 2013-2015. Dasar alasan yang menjadi justifikasinya
adalah: Sekitar 16 kasus yang dihasilkan dari operasi tangkap tangan dimana
para tersangka mempunyai latar belakang pejabat yang sangat luas dan beragam,
mulai dari Ketua Mahkamah Konstitusi, Kalangan parlemen yang meliputi Ketua
DPRD, anggota DPR sampai anggota DPRD serta ada juga Ketua partai. Dari
kalangan peradilan meliputi Wakil Ketua Pengadilan dan hakim, Senior lawyer
terkenal hingga panitera, Kepala Kejaksaan Negeri hingga anggota kepolisian;
Dari kalangan eksekutif, mulai dari Gubernur sampai Bupati hingga kepala dinas
serta kalangan perpajakan dan swasta.
Adapun pihak-pihak yang diproses KPK bukanlah
orang biasa, mereka mempunyai posisi jabatan yang sangat tinggi dan strategis
di berbagai lembaga negara maupun posisi yang terhormat di bidang ekonomi dan
profesi. Selain itu, persidangan Tipikor telah memeriksa dan memutus perkara
yang sangat menarik perhatian publik, mulai dari kasus Bank Century yang
menyidangkan Budi Mulya dalam kapasitas sebagai Deputi Gubernur BI hingga beberapa
Ketua Partai besar di Indoesia. Disamping itu, pelemahan terhadap KPK juga
tidak terhindarkan. Ada begitu banyak penilaian yang menyimpulkan terjdainya
pembiaran terhadap “ketegangan” yang terjadi antara lembaga kepolisian dan KPK.
Tidak ada kebijakan yang bisa menjadi “pemutus” sehingga sinergitas dapat dirajut
kembali. Bahkan, dipandang, tindakan kriminalisasi terus terjadi begitu
intensif seolah mendapatkan dukungan dari pemerintahan.
Akhirnya dapat simpulkan bahwa pemberantasan
korupsi tak kunjung tegak, korupsi tak kunjung padam. Dinamika yang begitu
intensif dalam penanganan kasus-kasus korupsi sepanjang tahun 2015
mempertontonkan perlawanan keras para koruptor terhadap KPK yang ditandai
dengan kriminalisasi pimpinan KPK dan pelemahan KPK melalui semangat revisi UU
KPK yang sangat menggebu-gebu.
Presiden sebagai kuasa tertinggi dalam penyelesaian
berbagai konflik patutnya mampu secara tegas mangambil langkah, namun nyatanya
peran itu tidak dimainkan dengan baik, presiden terkesan plin-plan dan tidak
tegas. Akhirnya ketegangan terus bermunculan dengan derajat problematik yang
luas dan mendalam. Suara rakyat yang terus bergemuruh meneriakkan protes dan
tuntutan “Tarik Mandat Rakyat”
menjadi sebuah gambaran bahwa pemberantasan korupsi tak kunjung tegak, korupsi
tak kunjung padam.
Meskipun demikian, pemberantasan korupsi tidak
boleh berhenti. 2016 menjadi tahun penting untuk menjawab kegelisahan rakyat
Indonesia. Wajah baru KPK yang dipimpin oleh Agus Raharjo mewarisi
5 kasus besar sebagai kado tahun baru, diantaranya kasus Bank Century, E-KTP,
BLBI, ALKES, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Perang melawan koruptor
akan berlanjut dan terus berlanjut, meskipun korupsi tak kunjung pandam.
Banyak
cara yang dapat kita lakukan untuk menunjukkan bahwa kita muak dengan koruptor,
kita tidak sepakat dengan korupsi. salah satunya dengan terus melakukan kampanye
anti korupsi. Upaya pemberantasan korupsi harus kita kerjakan secara berjama’ah
yang artinya melibatkan semua unsure terkait yang berkepentingan untuk melihat
Indonesia tanpa korupsi. Lebih konkritnya upaya itu bisa berupa upaya
pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi
masyarakat/mahasiswa, dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Untuk
melakukan pencegahan, hal utama yang harus disadari bahwa Jiwa nasionalisme
yang mulai luntur menjadi sebuah ancaman, sehingga harus ditumbuhkan lagi
dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan Negara melalui pendidikan dan
pembinaan agama. Sejak dini sikap jujur harus ditanamkan bagi generasi
Indonesia di semua level usia. Kantin kejujuran contohnya yang setiap hari
melengkapi aktivitas di kantor KPK adalah sebuah contoh bahwa sesungguhnya
masih ada harapan membangun Indonesia jujur. Pola hidup sederhana juga menjadi
cara ampuh untuk mencega korupsi, disiplin dalam menjalankan tugas Negara dan
tentunya harus dibarengi dengan system control yang efisien. Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi itu akan
mengurangi penggunaan anggara yang berlebihan. Gemuknya struktur lembaga Negara
belum tentu efektif dalam menjalankan tugas pemerintah, sehingga perlu
reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan
jumlah departemen beserta jabatan di bawahnya.
Upaya
Penindakan bagi mereka yang terbukti korupsi harus lebih ditingkatkan lagi,
kinerja KPK yang telah menindak beberapa orang penting di negeri ini harusnya
dipertahankan, jangan kemudian langkah penindakan itu diabaikan dengan dalih
upaya pencegahan harus diutamakan. Keduanya harus berjalan beriringan.
Penguatan Struktur hukum menjadi kunci utama dalam penindakan dan tentunya
harus ditopang dengan penguatan substansi atau regulasi hukum. Struktur hukum
yang dimaksud adalah lembaga berwenang dalam melakukan penindakan. Integritas,
kualitas, dan intensitas pimpinan KPK dalam melakukan respon penindakan,
menjadi bahan bakar utama dalam melakukan gebrakan, agar KPK kembali menjadi
episentrum dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi.
Upaya
Edukasi Masyarakat/Mahasiswa juga sangat penting untuk memberantas perilaku
korupsi. Masyarakat/ Mahasiswa tidak boleh apatis dan acuh tak acuh. Kita
memiliki tanggungjawab yang sama untuk melakukan partisipasi politik dan
control sosial terkait dengan kepentingan publik. Setiap kebijakan dari
pemerintah mulai dari tingkat desa hingga tingkat pusat/ nasional harus tetap
kita kawal. Membuka wawasan dan pemahaman yang luas tentang penyelenggaraan
pemerintah Negara dan aspek-aspek hukumnya menjadi sesuatu yang harus kita
lakukan. Kita adalah subjek pembangunan, kita harus aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Membangun
jejaring gerakan anti korupsi berbasis komunitas dan bekerjasama dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat akan memperkuat perlawanan kita pada koruptor. Indonesia
Corruption Watch misalnya adalah sebuah LSM yang fokus melakukan gerakan anti
korupsi. Pemuda Muhammadiya dengan gaerakan berjama’ah melawan korupsi dan
mandarasah anti korupsi, Transparency International (TI) dengan publikasi
tahunannya dalam bentuk Laporan Korupsi Global. Perlawanan harus terus
digalang, karena Indonesia masih sangat memprihatinkan karena ulah koruptor. Tidak
ada kata berhenti untuk melawan korupsi karena pemberantan korupsi tak kunjung tegak,
korupsi tak kunjung padam.
Billahi fi sabilil haq fastabiqul
khairat.