Rabu, 11 Februari 2009


LOGIKA dan PENALARAN
OLEH: Muhammad Solihin S [Koord. Pengkaderan dan Pengembangan Lembaga Penalaran dan Penelitian Karya Tulis Ilmiah]

Pengertian Logika
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya hanyalah keboleh-jadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti.
Bahasa Logika
Bahasa merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Dan khusus alat komunikasi ilmiah disebut dengan bahasa ilmiah, yaitu kalimat berita yang merupakan suatu pernyataan-pernyataan atau pendapat-pendapat. Bahasa sangat penting juga dalam pembentukan penalaran ilmiah karena penalaran ilmiah mempelajari bagaimana caranya mengadakan uraian yang tepat dan sesuai dengan pembuktian-pembuktian secara benar dan jelas. Bahasa secara umum dibedakan antara bahasa alami dan bahasa buatan. Bahasa alami ialah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya, dibedakan antara bahasa isyarat dan bahasa biasa. Bahasa buatan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu, yang dibedakan antara bahasa istilahi dan bahasa artifisial. Bahasa buatan inilah yang dimaksudkan bahasa ilmiah, dirumuskan bahasa buatan yang diciptakan oleh para ahli dalam bidangnya dengan menggunakan istilah-istilah atau lambang-lambang untuk mewakili pengertian-pengertian tertentu.
Sebagai pernyataan pikiran atau perasaan dan juga sebagai alat komunikasi manusia karena bahasa mempunyai 3 fungsi pokok, yakni fungsi ekspresif atau emotif, fungsi afektif atau praktis, dan fungsi simbolik dan logik. Khusus untuk logika dan juga untuk bahasa ilmiah yang harus diperhatikan adalah fungsi simbolik karena komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik maka bahasa yang dipergunakan harus logik terbebas dari unsur-unsur emotif.
Bahasa yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan atau kalimat deklaratif jika ditinjau berdasarkan isinya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pernyataan analitik dan pernyataan sintetik.
Pernyataan (statement) dalam logika ditinjau dari segi bentuk hubungan makna yang dikandungnya, pernyataan itu disamakan juga dengan proposisi. Proposisi atau pernyataan berdasarkan bentuk isinya dibedakan antara 3 macam, yakni proposisi tunggal, proposisi kategorik, dan proposisi majemuk.
Tiga macam proposisi atau pernyataan di atas yang sebagai dasar penalaran adalah proposisi kategorik untuk penalaran kategorik, dan proposisi majemuk untuk penalaran majemuk. Adapun proposisi tunggal atau proposisi simpel pengolahannya dapat masuk dalam penalaran kategorik dan dapat juga masuk dalam penalaran majemuk.
Sejarah Perkembangan Logika
Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Karya Aristoteles tentang logika dalam buku Organon dikenal di dunia Barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia Barat kembali akan alam pikiran Grik Tua.
Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi.
Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum. Pelajaran logika cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika di Indonesia sudah mulai berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.

DASAR-DASAR PENALARAN

Konsep dan term
Akal manusia apabila menangkap sesuatu terwujud dengan membuat konsep atau ide atau juga pengertian. Dengan demikian, buah atau hasil dari tangkapan akal disebut dengan istilah “konsep”. Jadi ide dan konsep dalam logika adalah sama artinya. Konsep atau ide atau juga pengertian adalah bersifat kerohanian dan dapat diungkapkan ke dalam bentuk kata atau istilah atau juga beberapa kata. Ungkapan pengertian dalam bentuk kata atau istilah disebut dengan “term”.
Term sebagai ungkapan konsep jika terdiri atas satu kata atau satu istilah maka term itu dinamakan term sederhana atau term simpel, dan jika terdiri atas beberapa kata maka term itu dinamakan term komposit atau term kompleks. Dan kata sebagai suatu simbol untuk menyatakan konsep dibedakan antara dua macam, yaitu kata kategorimatis dan kata sinkategorimatis.
Setiap term mempunyai konotasi atau isi. Konotasi adalah keseluruhan arti yang dimaksudkan oleh suatu term, yaitu kesatuan antara unsur dasar atau term yang lebih luas dengan sifat pembeda yang bersama-sama membentuk suatu pengertian. Konotasi secara singkat dapat dinyatakan merupakan suatu uraian tentang pembatasan arti atau definisi sehingga konotasi term adalah suatu definisi karena menunjukkan genus (jenis) dengan sifat pembeda.
Setiap term mempunyai denotasi atau lingkungan. Denotasi adalah keseluruhan hal yang ditunjuk oleh term atau keseluruhan hal sejauh mana term itu dapat diterapkan. Denotasi atau lingkungan atau sering juga disebut dengan luas, adalah mencakup semua hal yang dapat ditunjuk atau lingkungan yang dimaksudkan oleh term.
Denotasi term ini menunjukkan adanya suatu himpunan karena sejumlah hal-hal yang ditunjuk itu menjadi satu kesatuan dengan ciri tertentu (sifat-sifat tertentu). Jadi, dengan adanya sifat-sifat yang diuraikan oleh konotasi (isi term) maka dapatlah dihimpun beberapa hal tertentu menjadi satu kesatuan. Dan dengan menunjukkan beberapa hal maka denotasi berhubungan dengan kuantitas.
Konotasi dan denotasi term, mempunyai hubungan yang erat tidak dapat terlepaskan, berbentuk hubungan berbalikan (dasar balik) jika yang satu bertambah maka yang lain akan berkurang, demikian sebaliknya. Dalam hal ini terdapat 4 kemungkinan sebagai berikut. (1) Makin bertambah konotasi makin berkurang denotasi. (2) Makin berkurang konotasi makin bertambah denotasi. (3) Makin bertambah denotasi makin berkurang konotasi. (4) Makin berkurang denotasi makin bertambah konotasi.

Pelbagai Macam Term
Term maupun konsep banyak sekali macam-macamnya demikian juga pembagiannya. Berbagai macam dikelompokkan atas 4 macam, yakni pembagian term menurut konotasinya, pembagian term menurut denotasinya, pembagian menurut cara beradanya sesuatu, dan pembagian menurut cara menerangkan sesuatu.
Berdasarkan konotasi, term dibedakan atas term konkret dan term abstrak. Di samping itu keduanya ada yang berada dalam lingkungan hakikat, dan ada yang berada dalam lingkungan sifat.
Hakikat konkret: yaitu menunjuk ke-”hal”-nya suatu kenyataan yang berkualitas dan bereksistensi.
Hakikat abstrak: menyatakan suatu kualitas yang tidak bereksistensi atau tidak ada dalam ruang dan waktu.
Sifat konkret: yaitu menunjuk pen-”sifatan”-nya suatu kenyataan yang berkualitas dan bereksistensi.
Sifat abstrak: yaitu menyatakan pensifatan yang terlepas dari eksistensi atau tidak ada dalam ruang dan waktu.
Berdasarkan denotasi term, dapat dibedakan term umum dan term khusus. Term umum dibedakan atas 2 macam sebagai berikut. (1) Universal, yaitu sifat umum yang berlaku di dalamnya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. (2) Kolektif, yaitu sifat umum yang berlaku di dalamnya menunjuk suatu kelompok tertentu sebagai kesatuan. Term khusus juga dibedakan atas dua macam sebagai berikut. (1) Partikular, yaitu sifat khusus yang berlaku hanya menunjuk sebagian tidak tertentu. (2) Singular, yaitu sifat khusus hanya menunjuk pada satu hal atau suatu himpunan yang mempunyai hanya satu anggota.
Predikamen yang dimaksudkan ialah cara beradanya sesuatu. Term yang paling luas adalah term “ada” atau term “yang ada”. Term “ada” selanjutnya dibagi dalam 2 macam, yaitu ada yang tidak terbatas dan ada yang terbatas. Sesuatu yang ada (ada terbatas) pasti ada unsur hakikat dan unsur sifat atau menurut filsafat dinyatakan secara singkat terdiri atas substansi dan aksidensia. Substansi adalah hakikat sesuatu yang adanya terdapat di dalam diri sendiri sebagai pendukung sifat-sifat. Aksidensia merupakan kumpulan sifat zat, yang ada sembilan sifat, yaitu kuantitas, kualitas, aksi, pasi, relasi, ruang, waktu, posisi, keadaan.
Predikabel yang dimaksudkan ialah cara menerangkan sesuatu. Term ditinjau cara menjelaskan dibedakan menjadi 5 macam, yaitu genus, spesies, diferensia, propium, dan aksiden. Genus ialah himpunan golongan-golongan menunjukkan hakikat yang berbeda bentuk tetapi terpadu oleh persamaan sifat. Spesies ialah himpunan sesuatu yang menunjukkan hakikat bersamaan bentuk maupun sifatnya sehingga dapat memisahkan dari lain-lain golongan. Diferensia ialah sifat pembeda yang menunjukkan hakikat suatu golongan sehingga terwujud kelompok diri. Propium ialah sifat khusus sebagai predikat yang niscaya terlekat pada hakikat sesuatu diri sehingga dimiliki oleh seluruh anggota golongan. Aksiaden ialah sifat kebetulan sebagai predikat yang tidak bertalian dengan hakikat sesuatu diri sehingga tidak dimiliki oleh seluruh anggota golongan.
Dengan dasar lima predikabel tersebut dalam menjelaskan sesuatu, apa yang dijelaskan tempatkan sebagai spesies, kemudian mencari hubungan genus dan diferensianya, dan jika tidak mendapatkan dicari hubungan genus dengan propiumnya, dan jangan menggunakan hubungan genus dengan aksiden.

Prinsip-prinsip Penalaran
Prinsip-prinsip penalaran atau aksioma penalaran merupakan dasar semua penalaran yang terdiri atas tiga prinsip yang kemudian di tambah satu sebagai pelengkap. Aksioma atau prinsip dasar dapat didefinisikan: suatu pernyataan mengandung kebenaran universal yang kebenarannya itu sudah terbukti dengan sendirinya. Prinsip-prinsip penalaran yang dimaksudkan adalah: prinsip identitas, prinsip nonkontradiksi, dan prinsip eksklusi tertii, dan sebagai tambahan pelengkap prinsip identitas adalah prinsip cukup alasan.
Prinsip identitas menyatakan: “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”. Sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain. Dalam suatu penalaran jika sesuatu hal diartikan sesuatu p tertentu maka selama penalaran itu masih berlangsung tidak boleh diartikan selain p, harus tetap sama dengan arti yang diberikan semula atau konsisten. Prinsip identitas menuntut sifat yang konsisten dalam suatu penalaran jika suatu himpunan beranggotakan sesuatu maka sampai kapan pun tetap himpunan tersebut beranggotakan sesuatu tersebut.
Prinsip nonkontradiksi menyatakan: “sesuatu tidak mungkin merupakan hal tertentu dan bukan hal tertentu dalam suatu kesatuan”, Prinsip ini menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin ada pada suatu benda dalam waktu dan tempat yang sama. Dalam penalaran himpunan prinsip nonkontradiksi sangat penting, yang dinyatakan bahwa sesuatu hal hanyalah menjadi anggota himpunan tertentu atau bukan anggota himpunan tersebut, tidak dapat menjadi anggota 2 himpunan yang berlawanan penuh. Prinsip nonkontradiksi memperkuat prinsip identitas, yaitu dalam sifat yang konsisten tidak ada kontradiksi di dalamnya.
Prinsip eksklusi tertii menyatakan bahwa “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Prinsip eksklusi tertii menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya sifat p atau non p. Demikian juga dalam penalaran himpunan dinyatakan bahwa di antara 2 himpunan yang berbalikan tidak ada sesuatu anggota berada di antaranya, tidak mungkin ada sesuatu di antara himpunan H dan himpunan non H sekaligus. Prinsip ketiga ini memperkuat prinsip identitas dan prinsip nonkontradiksi, yaitu dalam sifat yang konsisten tidak ada kontradiksi di dalamnya, dan jika ada kontradiksi maka tidak ada sesuatu di antaranya sehingga hanyalah salah satu yang diterima.
Prinsip cukup alasan menyatakan: “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Prinsip cukup alasan ini dinyatakan sebagai tambahan bagi prinsip identitas karena secara tidak langsung menyatakan bahwa sesuatu benda mestilah tetap tidak berubah, tetap sebagaimana benda itu sendiri jika terjadi suatu perubahan maka perubahan itu mestilah ada sesuatu yang mendahuluinya sebagai penyebab perubahan itu.

ANALISIS DAN DEFINISI
Analisis atau Pembagian
Analisis merupakan proses mengurai sesuatu hal menjadi berbagai unsur yang terpisah untuk memahami sifat, hubungan, dan peranan masing-masing unsur. Analisis secara umum sering juga disebut dengan pembagian. Dalam logika, analisis atau pembagian berarti pemecah-belahan atau penguraian secara jelas berbeda ke bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Bagian dan keseluruhan selalu berhubungan. Suatu keseluruhan adalah terdiri atas bagian-bagian. Oleh karena itu, dapat diuraikan.
Keseluruhan pada umumnya dibedakan atas keseluruhan logik dan keseluruhan realis. Keseluruhan logik merupakan keseluruhan yang dapat menjadi predikat masing-masing bagiannya, sedang keseluruhan realis merupakan keseluruhan yang tidak dapat dijadikan predikat masing-masing bagiannya. Jika keseluruhan dibedakan antara keseluruhan logik dan keseluruhan realis maka analisis dibedakan juga antara analisis logik dan analisis realis.
Analisis logik adalah pemecah-belahan sesuatu ke bagian-bagian yang membentuk keseluruhan atas dasar prinsip tertentu. Analisis logik selalu merupakan pembagian suatu himpunan ke dalam subhimpunan, yang dibedakan atas analisis universal dan analisis dikotomi. Analisis universal merupakan pemerincian suatu genus dibagi ke dalam semua spesiesnya atau pemecah-belahan term umum ke term-term khusus yang menyusunnya. Analisis dikotomi merupakan pemecah-belahan sesuatu dibedakan menjadi dua kelompok yang saling terpisah, yang satu merupakan term positif yang lain term negatif.
Analisis realis adalah pemecah-belahan berdasarkan atas susunan benda yang merupakan kesatuan dalam perwujudannya. Analisis realis dibedakan menjadi atas analisis esensial dan analisis aksidental. Analisis esensial merupakan pemecah-belahan sesuatu hal ke unsur dasar yang menyusunnya. Analisis aksidental merupakan pemecah-belahan sesuatu hal berdasarkan sifat-sifat yang menyertai perwujudannya.
Dalam analisis ada aturan-aturan tertentu yang menjadi petunjuk untuk mengadakan analisis secara ideal supaya hasilnya tidak menimbulkan kesalahan, yaitu analisis harus berjalan menurut sebuah asas tertentu, analisis harus lengkap dan tuntas, analisis harus jelas terpisah antarbagiannya.

Klasifikasi Penggolongan
Klasifikasi merupakan proses pengelompokan sifat, hubungan, maupun peranan masing-masing unsur yang terpisah dalam suatu keseluruhan untuk memahami sesuatu konsep universal. Klasifikasi bergerak dari barang-barang, kejadian-kejadian, fakta-fakta atau proses-proses alam kodrat individual yang beraneka ragam coraknya, menuju ke arah keseluruhan yang sistematik dan bersifat umum. Perbedaan antara klasifikasi dan analisis adalah sebagai berikut: Analisis lebih erat hubungannya dengan proses yang semata-mata bersifat formal, sedang klasifikasi lebih bersifat empirik serta induktif.
Pembedaan klasifikasi didasarkan atas sifat bahan-bahan yang akan digolong-golongkan disebut dengan klasifikasi kodrati, dan maksud yang dikandung oleh orang yang mengadakan penggolongan disebut dengan klasifikasi buatan, dan juga klasifikasi gabungan antara keduanya yang disebut dengan klasifikasi perantara atau klasifikasi diagnostik.
Klasifikasi kodrati ditentukan oleh susunan kodrati, sifat-sifat dan atribut-atribut yang dapat ditemukan dari bahan-bahan yang tengah diselidiki. Klasifikasi buatan ditentukan oleh sesuatu maksud yang praktis dari seseorang, seperti untuk mempermudah penanganannya dan untuk menghemat waktu serta tenaga. Klasifikasi diagnostik merupakan gabungan yang tidak sepenuhnya kodrati dan juga tidak sepenuhnya buatan.
Hukum-hukum klasifikasi atau penggolongan yang sama intinya dengan hukum-hukum analisis dapat ditentukan sebagai berikut: Klasifikasi atau penggolongan harus hanya ada satu asas tertentu. Suatu klasifikasi atau penggolongan harus sampai tuntas dan jelas. Unsur-unsur sebagai bagian untuk menyusun konsep universal harus jelas terpisah satu dengan yang lain

Definisi atau Penjelasan
Definisi merupakan unsur atau bagian dari ilmu pengetahuan yang merumuskan dengan singkat dan tepat mengenai objek atau masalah. Definisi sangat penting bagi seseorang yang menginginkan sanggup berpikir dengan baik. Pernyataan sebagai suatu bentuk definisi harus terdiri atas dua bagian, yaitu definiendum dan definiens, dua bagian ini harus ada jika tidak bukanlah suatu definisi. Definisi atau batasan arti banyak macamnya, yang disesuaikan dengan berbagai langkah, lingkungan, sifat, dan tujuannya. Secara garis besar definisi dibedakan atas tiga macam, yakni definisi nominalis, definisi realis, dan definisi praktis.
Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Jadi, sekadar menjelaskan kata sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai. Definisi nominalis terutama dipakai pada permulaan sesuatu pembicaraan atau diskusi. Definisi nominalis ada 6 macam, yaitu definisi sinonim, definisi simbolik, definisi etimologik, definisi semantik, definisi stipulatif, dan definisi denotatif.
Dalam membuat definisi nominalis ada 3 syarat yang perlu diperhatikan, yaitu: jika sesuatu kata hanya mempunyai sesuatu arti tertentu harus selalu diikuti menurut arti dan pengertiannya yang sangat biasa, jangan menggunakan kata untuk mendefinisikan jika tidak tahu artinya secara tepat jika arti sesuatu istilah menjadi objek pembicaraan maka harus tetap diakui oleh kedua pihak yang berdebat.
Definisi realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah. Jadi, bukan sekadar menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang dikandung oleh suatu istilah. Definisi realis ada 2 macam sebagai berikut.
Definisi Esensial. Definisi esensial, yakni penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian dasar yang menyusun sesuatu hal, yang dapat dibedakan antrra definisi analitik dan definisi konotatif. Definisi analitik, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang mewujudkan esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia.
Definisi Deskriptif. Definisi deskriptif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan yang dibedakan atas dua hal, definisi aksidental dan definisi kausal. Definisi aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat khusus yang menyertai hal tersebut, Definisi kausal, yakni penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi atau terwujud. Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang ditunjuk oleh suatu term.
Definisi praktis ialah penjelasan tentang sesuatu hal ditinjau dari segi kegunaan atau tujuan, yang dibedakan atas 3 macam, definisi operasional, definisi fungsional, dan definisi persuasif. Definisi operasional, yakni penjelasan suatu term dengan cara menegaskan langkah-langkah pengujian khusus yang harus dilaksanakan atau dengan metode pengukuran serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat diamati. Definisi fungsional, yakni penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan kegunaan atau tujuannya. Definisi persuasif, yakni penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain. Definisi persuasif pada hakikatnya merupakan alat untuk membujuk atau teknik untuk menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu.
Dalam merumuskan definisi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan supaya definisi yang dirumuskan itu baik dan betul-betul mengungkapkan pengertian yang didefinisikan secara jelas dan mudah dimengerti. Syarat-syarat definisi secara umum dan sederhana ada lima syarat, definisi harus menyatakan ciri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikan, definisi harus merupakan suatu kesetaraan arti hal yang didefinisikan dengan yang untuk mendefinisikan, definisi harus menghindarkan pernyataan yang memuat istilah yang didefinisikan, definisi sedapat mungkin harus dinyatakan dalam bentuk rumusan yang positif, definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas terlepas dari rumusan yang kabur atau bahasa kiasan.




” Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberikanmu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. QS. 16:78.









PENALARAN DALAM KARANGAN ILMIAH

A. PENGANTAR

Jika kita akan belajar penalaran dalam karangan ilmiah, maka terlebih dahulu kita harus tahu (1) apa itu karangan, (2) apa itu ilmiah, (3) apa itu karangan ilmiah, dan (4) apa itu penalaran dalam karangan ilmiah.

1. Hakikat Karangan
Karangan pada hakikatnya merupakan karya tulis yang berupa bangunan bahasa, yang berisi ide/gagasan tertentu. Dari pengertian ini, ada 3 hal penting yang terkandung dalam pengertian karangan, yaitu (a) tulisan, (b) bahasa, (c) ide/gagasan

2. Ilmiah
Perbincangan tentang apa itu ilmiah tidak bias dilepaskan dari perbincangan tentang hakikat pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari aktivitas tahu. Pengetahuan berbeda dengan pengalaman (hasil dari aktivitas mengalami). Aktivitas tahu dapat diperoleh dengan dua cara: (a) melalui intuisi/perasaan, dan (b) melalui proses berpikir.

Hasil aktivitas tahu yang diperoleh melalui intuisi/perasaan bersifat intuitif, yang dalam pengertian Jawa sering diistilahkan dengan ‘ngelmu’. Sedangkan hasil aktivitas tahu yang diperoleh melalui proses berpikir akan menghasilkan pengetahuan diskursif.

Pengetahuan diskursif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

(a) bersifat biasa yang diperoleh melalui proses berpikir yang biasa-biasa saja. Ciri-cirinya: praktis (berguna dalam hidup sehari-hari) dan tidak mendalam (tidak tahu proses penciptaannya/sebab musababnya). Pengetahuan ini diperoleh dari pengalaman, sehingga menjadi pengetahuan praktis/biasa saja.

(b) bersifat ilmiah. Pengetahuan ini diperoleh melalui proses berpikir ilmiah. Ciri proses berpikir ilmiah antara lain:
• bertujuan untuk menemukan kebenaran
• kebenaran tersebut harus sesuai antara konsep dengan faktanya
• hubungan antara pernyataan dengan kenyataan bersifat logis

Adapun syarat proses berpikir dikatakan ilmiah adalah
a. ada objek (hal yang dipikirkan) yang dikhususkan. Misal:
Fakta alamiah -- muncul ILMU ALAMIAH
seperti: Biologi, Fisika, Kimia, Geologi, Geodesi, Astronomi, Kosmologi, dll
Fakta sosial -- muncul ILMU SOSIAL
seperti : Sosiologi, Sejarah, Ekonomi, dll
Fakta manusia -- muncul ILMU HUMANIORA
seperti: Filsafat manusia, Anatomi, Psikologi, Sastra, dll.

b. harus ada metodenya (cara untuk mencapai kebenaran)
Tuntutan metodologis inilah yang kemudian melahirkan ‘teori’ (kebenaran yang universal) sebagai acuan dalam berpikir.

c. harus sistematis (berpikir secara lurus/logis)
Hasil dari proses berpikir secara ilmiah inilah yang disebut dengan ilmu
pengetahuan ilmiah.

Dengan demikian, ilmiah adalah proses berpikir yang bersifat diskursif yang memiliki ciri (a) bertujuan menemukan kebenaran, (b) kebenaran tersebut harus sesuai antara konsep dengan faktanya, dan (c) hubungan antara pernyataan dengan kenyataan bersifat logis; serta memiliki syarat-syarat: (a) harus memiliki objek, (b) harus memiliki metode, dan (c) harus sistematis.

3. Karangan Ilmiah

Dengan demikian, karangan ilmiah adalah hasil proses berpikir ilmiah yang ditulis Dengan kata lain, karangan ilmiah adalah karangan hasil berpikir ilmiah yang di dalamnya mencerminkan ciri ilmu pengetahuan.

Suatu karangan dapat dikatakan ilmiah jika memenuhi empat syarat, yaitu:
a. Isi - berisi masalah ilmu pengetahuan
b. Penalaran - disusun menurut sistematika/penalaran ilmiah
c. Teknik Penyusunan - menurut teknik penulisan karangan ilmiah
d. Bahasa - disusun dengan bahasa ilmu (bahasa yang dipakai dalam ilmu pengetahuan)

Berdasarkan cara penyajian dan sasaran pembacanya, karangan ilmiah dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Karangan ilmiah populer
yaitu karangan ilmiah yang disusun dengan sistematika penyajian yang populer/merakyat; dari sudut pembaca: dapat dipahami masyarakat umum.
teknik penyusunan, sistematika, dan bahasa - populer, isi: ilmiah.
contoh: buku petunjuk tentang cara-cara tertentu, psikologi populer, artikel surat kabar.

b. Karangan ilmiah akademis
disusun berdasarkan 4 syarat karangan ilmiah
karangan jenis ini disusun oleh masyarakat ilmiah Dan ditujukan untuk masyarakat ilmiah yang tertentu pula (pelajar, mahasiswa, ilmuwan, cendikiawan)
masyarakat awam/umum sukar memahami

Ciri karangan ilmiah

Jika di atas telah dipaparkan empat syarat suatu karangan disebut ilmiah, maka berikut ini akan dipaparkan empat ciri karangan ilmiah. Ke-4 ciri tersebut adalah:

a. Isi mencerminkan hakikat ilmu pengetahuan/objek ilmu tertentu
b. Mengandung teori/semacam kerangka berpikir
c. Ada metodenya (cara mencari dan menemukan kebenaran)
d. mengandung penalaran

4. Penalaran Dalam Karangan Ilmiah

Penalaran dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek/matra. Kelima aspek tersebut adalah:

a. Aspek keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antarbagian yang satu dengan yang lain dalam suatu karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada pendahuluan misalnya, antara latar belakang masalah – rumusan masalah – tujuan – dan manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan dengan bagian landasan teori, harus berkaitan dengan pembahasan, dan harus berkaitan juga dengan kesimpulan.

b. Aspek urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang suatru yang harus didahulukan/ditampilkan kemudian (dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu karangan ilmiah harus mengikuti urutan pola pikir tertentu.
Pada bagian Pendahuluan, dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori merupakan paparan kerangka analisis yang akan dipakai untuk membahas. Baru setelah itu persoalan dibahas secara detail dan lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah

c. Aspek argumentasi
Yaitu bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta, pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir sebagian besar isi karangan ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah tersebut perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat/temuan-temuan dalam analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.

d. Aspek teknik penyusunan
yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten. Karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku dan universal. Untuk itu pemahaman terhadap teknik penyusunan karangan ilmiah merupakan syarat multak yang harus dipenuhi jika orang akan menyusun karangan ilmiah.

e. Aspek bahasa
yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut? baik dan benar? Baku? Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan ilmiah akademis.
Beberapa ciri bahasa ilmiah: kalimat pasif, sebisa mungkin menghindari kata ganti diri (saya, kami, kita), susunan kalimat efektif/hindari kalimat-kalimat dengan klausa-klausa yang panjang.

Berikut ini secara sederhana akan dipaparkan bagaimana menulis karangan ilmiah yang mencakup bagian-bagian yang harus ada dalam sebuah karangan, yaitu: (a) pendahuluan, (b) karangka berpikir/landasan teori/tinjauan pustaka sebagai acuan untuk membahas sesuatu; (c) penyajian hasil pembahasan atas masalah yang telah dirumuskan; dan (d) bagian penutup; menyangkut proses penalarannya.
Suatu karangan—sesederhana—apapun akan mencerminkan kualitas penalaran seseorang. Penalaran itu akan tampak dalam pola pikir penyusuan karangan itu sendiri.

a. Pendahuluan

Tujuan utama dari pendahuluan adalah menarik perhatian pembaca atas masalah yang akan dibicarakan, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah yang akan dibicarakan, dan menunjukkan dasar berpikir dari uraian itu.
Untuk itu, sebuah pendahuluan sekurang-kurangnya harus mengandung:

1) Latar belakang Masalah
Berisi segala hal yang melatarbelakangi mengapa suatu topik perlu ditulis/diteliti/ dibicarakan.
Mengapa topik itu penting untuk dibicarakan/dibahas
Jika mungkin ilustrasikan sejauh mana topik itu pernah dibahas oleh penulis lain dan apa istimewanya pembahasan yang akan Anda lakukan.
Tulislah semua itu didukung dengan data-data/argumen-argumen dalam paragraf-paragraf yang baik.
2) Rumusan Masalah
Berisi butir-butir persoalan yang akan dicari pemecahannya/dibicarakan dalam karangan ilmiah itu.
Dirumuskan dalam kalimat tanya
Pertanyaan harus sistematis.
Dasar dari perumusan masalah ini adalah segala hal yang telah diuraikan dalam latar latar belakang masalah dan judul/topik karangan/penelitian.
3) Tujuan Penulisan/Penelitian
Tujuan adalah hal yang akan dicapai lewat tulisan/penelitian yang akan dilakukan.
Berisi rumusan hal-hal yang akan dicapai lewat penelitian/penulisan karangan itu.
Disusun berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah (jika rumusan masalah 2 maka tujuan juga 2)
Rumusan tujuan harus bersifat tinjauan dan dapat diukur, (misal: mendeskripsikan, menganalisis, membandingkan, mencari hubungan)
4) Manfaat Penelitian/Penulisan
Manfaat adalah hal yang dapat diperoleh dari penulisan/penelitian yang dilakukan
Manfaat berkaitan dengan hal yang dapat diperoleh oleh: (a) penulis/peneliti, (b) orang yang membaca, (c) pihak-pihak lain yang berkaitan dengan penulisan/penelitian itu.
Manfaat harus realistis dan dapat diukur
5) Ruang Lingkup Penulisan/Penelitian
Berisi pembatasan permasalahn yang akan dibicarakan/diteliti, agar tidak terlalu luas
Pembatasan ini juga berfungsi untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan di luar hal yang dibicarakan/diteliti
6) Sistematika Penyajian
Berisi sistematika/urutan hal-hal apa saja yang akan dibicarakan dalam tulisan tersebut.
Diuraikan secara umum/pokok-pokoknya saja.
b. Landasan Teori/Tinjauan Pustaka

Jika penulisan Anda bertendensi menyajikan sesuatu yang baru, maka yang bisa Anda pilih adalah landasan teori. Artinya, berangkat dari teori-teori yang pernah ada (mungkin tidak tepat/sesuai benar dengan topik Anda) tetapi membantu pembahasan Anda. Tetapi jika hasil tulisan/penelitian Anda berupa teori baru, maka yang lebih tepat dipakai adalah tinjauan pustaka. Artinya, Anda perlu mengkomparasikan/membandingkan dan mendeskripsikan berbagai macam teori tantang satu hal yang sama, sehingga tendensi hasil tulisan/penelitian Anda akan melengkapi/memperbaiki/justru membantah teori yang pernah ada.
Sekedar catatan tambahan; jika yang Anda lakukan adalah penelitian maka sebelum Landasan Teori /Tinjauan Pustaka ini perlu ada METODOLOGI PENELITIAN. Tetapi mengingat yang kita bicarakan sekarang ini adalah penalaran karangan ilmiah yang SEDERHANA, metodologi penelitian tidak akan dibicarakan!
Landasan teori merupakan garis-garis pokok yang akan dijadikan pedoman untuk membahas masalah yang telah Anda rumuskan dalam Pendahuluan
Teori dipilih berdasarkan topik yang akan ditulis/diteliti.
Teori bermanfaat untuk menuntun cara kerja/alat untuk memahami objek penulisan/penelitian (pisau analisis)
Teori dapat diperoleh dari:

Membuat konklusi/kesimpulan dari berbagai
pendapat/sumber
Mengambil/mengadaptasi beberapa teori yang sudah ada dengan
pertimbangan tertentu
Berbagai buku/referensi (suratkabar/majalah/internet) yang
membahasa hal sesuai dengan topik tulisan Anda
Teori BUKAN menyalin/mengkopi buku/sumber, tetapi membahasakan kembali sumber teori dengan bahasa Anda sendiri. Sehingga tanggung jawab atas kebenaran teori itu adalah tanggung jawab Anda sendiri sebagai penulis/peneliti
Untuk menjamin keilmiahan, sumber yang Anda acu harus dicantumkan
c. Pembahasan
Berdasarkan teori yang telah Anda susun, mulailah pembahasan atas masalah yang akan Anda cari pemecahannya.
Dasar dari pembahasan adalah rumusan masalah yang telah Anda rumuskan dalam Pendahuluan
Dengan kata lain, pembahasan adalah jawaban dari rumusan masalah secara terurai dan detail, lengkap dengan bukti-bukti dan alasan-alasan.
Buat uraian dalam pembahasan secara sistematis dan mudah dipahami.
d. Penutupan
Berisi kesimpulan atas pembahasan yang telah Anda lakukan. Jika pembahasan kita maknai sebagai jawaban rumusan masalah secara detail dan terurai; maka kesimpulan adalah jawaban rumusan masalah secara singkat/umum.
Penutupan juga berisi SARAN yang dapat Anda kemukakan sehubungan dengan pembahasan yang telah Anda lakukan.
Saran juga bisa diberikan kepada orang yang akan menulis/meneliti lebih lanjut topik yang sudah Anda bahas.
Saran juga bisa berupa rekomendasi/usulan bagi pihak-pihak yang terkait dengan topik penulisan/penelitian Anda.
e. Daftar Pustaka/Bibliografi
Daftar pustaka berisi segala buku/referensi yang Anda acu selama melakukan penulisan/penelitian.
Daftar pustaka ditulis dengan sistematika tertentu. Untuk kali ini, mengingat materi ini sudah cukup rumit; maka teknik penulisan daftar pustaka akan diberikan pada kesempatan yang lain.
Daftar pustaka HANYA berisi referensi yang BENAR-BENAR Anda acu. Jangan menulis referensi yang tidak BENAR-BENAR Anda acu!
B. PENUTUP

Uraian di atas adalah penalaran/cara pikir tentang karangan ilmiah. Hal-hal yang dibicarakan adalah: tentang sesuatu disebut karangan, sesuatu disebut ilmiah, konsep suatu karangan dikatakan ilmiah, dan bagaimana urutan/sistematika berpikir orang menulis karangan ilmiah.
Semoga bermanfaat.***

Minggu, 08 Februari 2009

ADA Band


Muhammad Solihin S dan Donnie Sibarani (Vokalis ADA Band)
saat berkunjung ke UNIVERSITAS HASANUDDIN (UNHAS) MAKASSAR.


Halal bi halal PPM Al Ikhlash


Alumni lagi ngumpul di Pondok Pesantren karena masih dalam masa liburan.

Sabtu, 07 Februari 2009

SALAH SATU KEGEMARANKU.






Alat musik ini cukup menyenangkan buat saya, sejak saya masih duduk di bangku SLTP sampai SMA [PPM AL-IKHLASH] alat musik ini menjadi sahabat karibku, sehingga tercipta beberapa buah lagu. Untuk dik Aisyah, jika ingin gunakan lagu saya untuk rekaman, silahkan...., selama itu bermanfaat, kalaupun yang mengiringi rekaman itu harus saya, adik kirim saja Pesan ke E-mailQ. Hai...Sobatq semua yang sempat berkunjung ke Blog ini, thank's for U all. Main musick lebih menyenangkan dibandingkan dengan kegiatan yang kurang bermanfaat. Jadilah Generasi Muda Yang Luar Biasa....!
Generasi muda saat ini adalah “mangsa” bagi para industri rokok. Mereka mengiinginkan adanya proses regenerasi perokok, sehingga segala upaya akan dilakukan industri rokok agar perokok muda akan mampu menggantikan posisi perokok senior serta menjadikannya sebagai konsumen tetap sampai 2 dasawarsa.

Keberadaan industri rokok dewasa ini memang dianggap memiliki peranan penting terhadap negara, dengan memberikan kontribusi yang sangat besar dari cukai rokok. Mulai dari tahun 1997 hasil cukai rokok sebesar Rp 4,792 triliun sampai dengan tahun 2007 dengan mencapai angka Rp 42 triliun (Departemen Keuangan, RAPBN 2008). Angka ini menunjukkan bahwa peningkatan penerimaan cukai selama satu dasawarsa sangat luar biasa melebihi dari 5 kali lipat yang dihasilkan oleh industri rokok / tembakau.

Namun keberadaan industri rokok tetap saja menjadi dilematis. Tanpa disadari, ratusan ribu bahkan jutaan anak saat ini telah terjebak dalam situasi yang kurang menguntungkan terutama dari aspek kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Global Youth Tobacco pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 24,5% anak laki-laki dan 2,3% remaja putri berusia 13 – 15 tahun adalah perokok. Dampak dari itu adalah jelas akan meningkatnya angka kematian dalam usia muda.

Jelasnya bahwa Industri rokok akan terus gencar mencari starategi apa yang akan digunakan agar perokok muda bisa tetap menjadi sasaran empuk mereka. Hal ini juga senada dengan apa yang dilaporkan oleh peneliti Myron E Johnson Wakil Presiden Riset dan Pengembangan Phillip Morris yang juga pemegang saham terbesar industri rokok di Indonesia bahwa “Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja. Ditambahkan bahwa pola perokok remaja sangatlah penting bagi Phillip Morris”. Hal ini mengisyaratkan bahwa ketika remaja tidak merokok maka industri-industri rokok akan bangkrut.

Strategi “pemikat”
Masifnya iklan rokok yang di paparkan melalui media televisi, radio, majalah, koran dll ini dinilai sangat berhasil mempengaruhi kaum muda untuk mencoba merokok. Juga halnya dengan iklan rokok yang dipaparkan di luar ruang. Sepintas iklan-iklan rokok yang dipaparkan seperti dalam bentuk baliho, billboard, papan nama toko, sampai kepada lampu hias jalan terlihat seperti hiasan dan menarik untuk dilihat. Selain dari pada bentuknya juga dari penyajian bahasa yang sering menggunakan kata-kata atau slogan-slogan positif misal gak ada loe gak rame, lebih punya taste, ekspresikan aksimu dll. Secara awam kita melihatnya bahwa ini adalah sebuah simbol semangat. Namun kenyataannya lebih kepada menarik perhatian agar pembaca khususnya kaum muda merasa ”dengan merokok akan lebih terasa berbeda, lebih punya semangat, terlihat gagah, bebas dll.

Disamping itu, pemanfaatan momentum seperti halnya hari kemerdekaan, konser-konser musik, olahraga bahkan sampai kegiatan keagamaan pun saat ini sudah didominasi oleh mereka sebagai ajang promosi. Dan yang tak kalah menariknya adalah industri rokok bersama dengan program CSRnya (Corporate Social Responsibility) membangun image bahwa perusahaannya ”baik” dan punya manfaat yang cukup besar terhadap masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa industri rokok juga punya peran dalam keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti membangun sekolah, memberikan beasiswa, seminar-seminar di kampus, penanggulangan bencana, bakti lingkungan dll. Namun yang perlu dipertanyakan adalah apakah ini bagian dari strategi mereka untuk menarik simpatik atau hanya sekedar menjawab tentang tanggung jawab sosial dari perusahaan? Sederet kegiatan tersebut tak lepas dari bantuan media yang mengemasnya dengan sedemikian rapi sehingga industri rokok dalam prespektif awam masih menjadi sesuatu hal yang tidak merusak atau dengan kata lain industri ini adalah industri yang ”normal”.

Membuka Ruang
Saat ini Indonesia sudah memiliki PP No. 19 Tahun 2003 yang mengatur Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Diantara pasal-pasal dalam aturan tersebut ada yang secara khusus mengatur tentang Iklan dan Promosi yang tertuang dari pasal 16 s/d 21. Substansinya adalah bahwa iklan, promosi dan sponshorship rokok diperbolehkan di semua media, cetak dan luar ruang. Dalam hal batasannya adalah hanya sifatnya pelarangan penayangan pada jam-jam tertentu, harus memasukkan peringatan kesehatan, serta pelarangan rokok secara cuma-cuma.

Lagi-lagi ini terkesan membuka ruang lebar bagi industri rokok untuk melakukan upaya-upaya pelanggaran dan mengiklankan produk-produknya secara bebas. Kalau cermat kita perhatikan dalam tayangan di 10 media televisi swasta saat ini bahwa ada penyimpangan yang dilakukan media televisi terkait dengan UU tentang penyiaran No.32 tahun 2002. Di dalam pasal 46 point 3b dinyatakan bahwa ”siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya atau zat adiktif lainnya. Perlu diketahui bahwa zat nikotin adalah salah satu yang ada pada rokok juga merupakan zat adiktif. Jadi terlihat bahwa ada ketimpangan dalam melihat persoalan ini. Bahwa rokok juga dilarang diputar di iklan televisi adalah benar, karena rokok merupakan salah satu jenis produk yang mengandung zat adiktif.

Hal-hal seperti ini seringkali dilanggar dan tidak dipatuhi. Namun pemerintah juga dinilai memandang persoalan ini sebelah mata sehingga tidak mampu memberikan tindakan hukum terhadap pelanggarnya.

Agenda Urgensi
Dalam melakukan sebuah upaya advokasi kebijakan tentunya sangat membutuhkan proses, tidak hanya dalam menyusun strategi/langkah tapi juga lebih kepada bagaimana menyamakan sebuah perspektif di kalangan pemangku kebijakan khususnya dan masyarakat. Karena ketika masalah rokok ini menjadi sebuah prioritas persoalan yang harus diselesaikan berdsarkan sudut pandang bersama dengan stakeholders lainya maka tinggal menentukan langkah apa yang diambil.

Dalam skala nasional misalnya, ada beberapa hal yang sebenaranya harus segera dikejar. Diantaranya adalah bagaimana agar RUU Pengendalian Dampak Tembakau yang saat ini sudah masuk ke dalam Prolegnas agar segera disahkan. Selain itu Perlunya amandemen PP No.19 tahun 2003 dan UU No.32 tahun 2002 bisa dilakukan. Dan yang tak kalah pentingnya adalah meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control/Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau). Karena di Asia Pasifik hanya Indonesialah yang belum meratifikasi itu. Kepentingannya adalah mampu melahirkan sebuah kerangka kerja yang bertujuan untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari kerusakan kesehatan, sosial, ekonomi dan lingkungan akibat konsumsi tembakau dan paparan asap tembakau.

Pada level daerah, adanya sebuah gerakan khusus yang terkoordinir akan lebih memperkuat kerja-kerja advokasi dalam mengawal lahirnya sebuah kebijakan di tingkat provinsi. Karena layaknya pada setiap daerah provinsi juga telah melahirkan aturan-aturan setingkat Perda yang mengatur tentang kawasan bebas asap rokok khususnya pada wilayah-wilayah tertentu seperti sarana pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, perkantoran, dan tempat umum lainnya yang disesuaikan dengan kondisi. Serta penertiban tentang iklan rokok di luar ruang yang saat ini sudah mendominasi.

Namun dari keseluruhan itu yang tak kalah pentingnya adalah, perubahan selalu dilakukan mulai dari elemen yang terkecil. Sama halnya ketika ingin memerangi dampak dari bahaya rokok, maka unit terkecil yaitu keluarga bisa digunakan sebagai media awal untuk melakukan pencegahan agar dalam anggota keluarga tidak ada yang merokok. Karena jelas, tidak ada kontribusi positif ketika seseorang mengkonsumsi rokok. Yang ada hanya tinggal menunggu waktu kapan rokok itu akan mengakhiri hidup kita.

Slide